Ini sepenggal ceritaku sebelum memutuskan untuk benar-benar tidak pergi.
“Rasya”
Aku seorang wanita, lebih tepatnya aku seorang wanita yang buta akan kehidupan. Tidak bodoh, hanya dalam artian aku kurang melihat dan mempelajari bagaimana cara dunia ini bekerja.
Hari itu, aku berkenalan dengannya (dia yang sekarang menjadi suamiku). Di kantor, yang pada waktu itu ia karyawan baru dilingkungan kantorku. Aku ingat jelas pertama kali aku melihatnya, dengan pakaian yang rapih, harum dan tentu tampan. Aku pada saat itu baru dateng ke kantor dan pas saat dia memperkenalkan dirinya. Oh ya, meja kantor kita pun berdekatan.
Dia ternyata humoris, walaupun sekilas aku melihatnya dia yang cool dan berwibawa. Aku suka dengan pertemuan pertama kali itu.
Waktu pun berjalan, kita sudah sangat dekat. Ia baik, bukan hanya menawarkan, terkadang ia langsung membuatkan aku kopi dikantor. Wanita mana yang tidak senang ketika diperhatikan seperti itu? Manis banget kan. Singkat cerita aku menjalin hubungan dengannya.
Selama 6 bulan kita pacaran, mungkin sudah waktu yang cukup untuk saling mengetahui satu sama lain dan melangkah menuju pada yang semua orang mimpikan. Iya, menikah dengan orang yang kita sayangi dan menyayangi kita. Tau rasanya seperti itu? Pokoknya, bahagia! Semoga kamu cepat merasakan yang aku rasakan, ya. Aamiin!
Hubungan kita berjalan lancar, walaupun tidak selalu baik. Hasilnya, aku sudah dipercaya untuk menjaga 3 anak yang super lucu darinya. Aku bahagia, aku sungguh bersyukur mempunyai suami seperti dia. Aku sangat menikmati hidup yang jatuh bangun ini. Aku senang, karena sama dia. Tidak tau kalo dengan yang lain. Aku mencintainya.
Oh, ya! Namaku catherine, biasa aku dipanggil iren. Hai, salam kenal! :))
Rasya, suamiku. Dan, Aldi, Alda, Aldo anak-anaknya dan anak-anak ku yang super lucu.
Sebenarnya, cerita yang sesungguhnya kita mulai dari sini. Setelah menjalani hidup bersama bertahun-tahun dengannya, hidupku banyak berubah. Aku yang awalnya dikenal dengan cuek, mudah berbaur, mudah didekati, mudah diajak kemana-mana, mudah sering dibawa nongkrong maupun party, dan mudah-mudahan aku bukan tipekal orang yang mudah atau murahan. Dia, suamiku, yang memberi tau banyak hal dan pelajaran hingga akhirnya aku takluk dan menjadi lebih baik. Dia yang selalu sabar walaupun agak kasar. Dia yang selalu ada walaupun cuek. Dia yang selalu galak walaupun baik hatinya. Dia segalanya.
Masa lalu mungkin tidak bisa kita hilangkan, tapi bisa kita tinggalkan dan berdamai dengan kesalahan. Katanya. Kalian tau? Rasya itu lelaki yang pintar, bahkan cerdas menurutku. Ia puitis, romantis, manis, galak, cerewet, humoris, dan terkadang receh. Ia hobi dengan menulis, menulis apapun. Sampai waktu itu, aku jatuh cinta dengan apa yang selalu ia karang atau tulis. Juga, ia pandai dalam berbicara. Senang membawa pada obrolan yang mempunyai pelajaran. Juga berbicaranya pun renyah didengar dan masuk dalam logika akal sehatku. Menurutku, tidak semua lelaki seperti dia. Aku bersyukur bisa memiliki dia.
Percayalah, walaupun Rasya seperti itu, dia memiki kepribadian yang sangat kacau. Buruk. Jauh dari apa yang selama ini aku lihat sebelumnya. Katanya, ia memiliki masa lalu yang sangat pahit. Aku tau semua masa lalunya suamiku, masa kecilnya sampai terakhir masa-masa kita awal kenalan. Rasya, orang yang selama ini selalu bisa membuat kata-kata, aslinya pasif. Dia bisa aja asik dalam percakapan maupun dunia maya, di dunia nyata dia pendiam. Pokoknya, kalo kalian tau, pasti akan menyangka tidak akan mungkin. Tetapi begitulah Rasya.
**
Kita selalu bertengkar bahkan sampai bertengkar hebat hanya karna dari masalah kecil. Aku lelah, aku capek, aku tidak kuat harus seperti ini terus. Aku ingin menyerah. Tapi aku tidak bisa. Aku mencintainya. Sangat amat mencintainya. Tuhan.
Pernah beberapa kali aku kabur dari rumah membawa semua anak-anak ku (tidak untuk ditiru) hanya karena lelah dan tidak ingin debat sampai ribut. Aku pulang ke rumah orangtuaku. Dan berharap aku bisa menenangkan diri. Nyatanya, tetap tidak bisa. Aku masih memikirkannya. Aku tau kebiasaannya ketika dirumah, ia sangat jarang mandi, tidak ada yang memasak untuk makannya, ia super malas dan jorok.
Dan ketika aku kembali lagi ke rumah, dengan membawa hati yang sedang berantakan, aku menyembunyikannya dengan terlihat biasa-biasa saja. Tau apa yang aku rasakan sampai rumah? Hatiku tambah hancur berantakan. Aku patah hati. Aku sakit hati. Aku tidak tau harus bagaimana lagi. Melihat Rasya yang acak-acakan, rambut yang tidak beraturan, muka yang berminyak, wajah yang lesu. Sakit hati aku melihatnya. Lebih menyakitkan melihat orang yang kita sayangi berantakan daripada kita ribut sejadi-jadinya. Sungguh.
Rasya, walaupun begitu, tapi dia tidak pernah mempermainkan hatiku atau mengecewakanku karena wanita lain. Rasya jauh seperti itu. Rasya memang unik dan sangat misterius. Tapi aku sangat percaya, di dalam hatinya penuh cinta, penuh dengan kasih sayang yang tumpah ruah, penuh dengan rasa sabar yang amat sungguh sabar. Aku mempercayai bahwa memang ia mempunyai trauma atau bahkan membutuhkan seseorang yang bisa mengerti dirinya. Aku banyak belajar dari dia, bahkan ketika dia diam pun tidak melakukan apa-apa ada secercah pelajaran yang harus aku pelajari.
Hari itu aku pulang ke rumah, karena anak-anaknya selalu gelisah dirumah eyangnya, mungkin rindu pada sosok papanya. Aku pun merindukannya. Setelah mengalami kejadian yang belum pernah aku rasakan, aku langsung memeluk Rasya, aku nangis tersedu-sedu dalam pelukannya. Tidak peduli rasa emosi dan amarah dalam hatiku. Aku hanya ingin memeluknya. Aku tidak tahan melihat kacaunya Rasya. Lagi-lagi aku yang meminta maaf lebih dulu, lalu ia pun meminta maaf juga. Dan memang sudah seharusnya aku yang meminta maaf, karena jelas aku yang salah pergi meninggalkannya. Lagi pula tidak penting juga mempertahankan gengsi.
Rasya bukan tipekal lelaki yang tidak mau minta maaf lebih dulu, bukan, ia memang seperti itu. Kalo menurut dia tidak salah, ia tidak akan meminta maaf. Aku pernah diberi tau olehnya, lelaki tetaplah lelaki, dan wanita tetaplah wanita. Yang dimana, wanita tetap kedudukannya dibawah lelaki, apalagi ia yang sudah menjadi suamiku. Sudah seharusnya aku yang menunduk. Menunduk bukan berarti kita harus terlalu patuh atau lainnya ya, Rasya tidak pernah mengajarkanku demikian. Rasya bijaksana.
Setelah kejadian itu, tidak lama emosiku berubah menjadi senang kala itu, sempat-sempatnya Rasya bisa mencuri hatiku lagi. Mungkin aku yang sudah terlalu cinta, jadi sekecil apapun yang Rasya lakukan, pasti hasilnya manis. Diusap-usap kepalanya, dimainin rambutnya, dipeluk lalu aku diciumi olehnya. Lalu ia berbisik, “Coba deh itu apa dibelakang kamu (menujuk ke tembok)”, “Nggak ada apa-apa, ah (aku membalikan badan)”. Setelah aku membalikan badan lagi menghadap dia, jari-jari ditangannya membentuk mini love. Aaaakk. Manis banget, Tuhan. Aku jatuh cinta lagi dengan orang yang sama.
Hari libur kemarin, aku habiskan untuk menjauh dari Rasya. Walaupun bukan sekali, dua kali, tetap rasanya tidak enak. Terkadang aku ingin selalu baik-baik saja, terutama pada hari libur. Tapi memang tidak akan mungkin menjalani rumah tangga tanpa adanya masalah. Bagi dia bukan masalah, melainkan cobaan ego. Karena dari dua kepribadian harus disatukan menjadi satu. Lagi pula, mungkin ia yang terlalu lelah dengan kerjaannya dikantor. Iya, terkadang Rasya rungsing. Uniknya, kalo Rasya sedang rungsing, ia langsung main game. Katanya, main game itu hiburan tanpa perlu mengeluarkan biaya yang banyak. Aku setuju. Tapi aku tidak setuju kalo Rasya sudah main game, terlalu berlebihan membuang waktu. Rasya gamer akut, sejak kecil, katanya. Malah, dulu, sekolah dia tidak beres karena selalu main game. Aku tidak mempersalahkannya, karena Rasya selalu mengikuti kejuaraan game yang dimainkannya. Sampai saat ini, trophy dan piagamnya masih ada. Aku terkadang bangga dengan kenakalannya, masih bisa buat prestasi. Bukan hanya nakal biasa seperti banyak orang.
***
Hari ini aku menjadi ibu rumah tangga lagi, seperti biasa dan akan selamanya seperti ini. Tidak pernah terpikirkan oleh ku sebelumnya menjadi rumah tangga itu menyenangkan. Yang ada dalam pikiranku, menjadi ibu rumah tangga itu merepotkan. Mungkin untuk awal menikah begitu, tapi setelah melewati tahun demi tahun, merepotkan itu sudah tidak ada lagi. Malah, yang merepotkan itu pacaran yang terlalu lama atau bergonta-ganti pasangan. Aku bersyukur, karena bisa diartikan jodohku dekat dan aku tidak salah memilih lelaki.
Awal aku bertemu dengan Rasya, setelah menjalani beberapa bulan dengannya, finally, aku dibawa kerumahnya untuk diperkenalkan pada Mama dan Papanya. Senang banget! Aku senang, pertanda baik untuk hubungan aku kedepannya. Tapi diwaktu yang sama, aku dikagetkan dengan hubungan dia dan orangtuanya. Bagaimana tidak kaget, bayangkan Rasya berkomunikasi dengan Mamanya dengan “elo-gue” dan bukan rasa orangtua, lebih rasa kayak teman. Aku tersentak, diam, dan “Ini anak gila kali ya, kok bisa gitu” ucapku dalam hati.
“Mah, kenalin, Iren, calon menantu Mama. Ajak ngobrol ya, gue mau mandi dulu. Ren, ini Mamaku” katanya pada waktu itu. Aku kaget, diam, bingung, lalu seketika bengong. “Loh kok dia ngenalin gue kayak gitu?”. Muncul lah beberapa pertanyaan dalam kepalaku. Kok gini, kok bisa, ini ada apa, kok gitu. Dan Mamanya pun biasa saja, mungkin sudah terbiasa Rasya seperti itu. Aku penasaran kenapa Rasya bisa seperti itu. Tapi aku tetap menyenangkan ketika dibawa ngobrol dengan Mamanya. Dan akhirnya aku kenal dengan Mamanya, kami ngobrol panjang lebar. Dari ngobrolin tentang aku sampai gosip tentang selebriti. Duh, gokil.
Ngomong-ngomong, aku memang dibawa oleh Rasya sore kerumahnya, setelah aku diajak jalan-jalan terlebih dulu dikotanya. Dari pagi kita berangkat sampai waktu ashar aku dibawa jalan-jalan dikotanya. Aku dikenalkan beberapa tempat oleh Rasya, yang katanya tempat-tempat itu ada ceritanya tersendiri. Seru dan menyenangkan. Dan waktu makan malam pun tiba. Iya, aku senang, diajak makan bersama keluarganya. Aku merasa dispesialkan, pertama kali aku merasakan seperti ini. Aku bersyukur belum pernah merasakan hal ini sebelumnya, karena kalo aku sudah pernah merasakannya, mungkin aku tidak merasa sesenang saat ini. Rugi jadinya kalo kita pernah merasakan hal yang menyenangkan tapi berujung pada kegagalan, mungkin rasanya akan biasa saja karena merasakan hal yang sama dengan orang yang baru dan sulit menemukan kata bahagia itu sederhana. Hehehe.
****
“Udah deh, lo tuh ngga tau apa-apa tentang nyokap gue. Tentang hidup gue. Jangan ikut campur, nanti juga tau”
Iya, Rasya mungkin tampak tersinggung dengan pertanyaan yang aku berikan. Terlihat dari jawabannya yang sangat sensitif. Di sela-sela perjalan pulang menuju Jakarta, aku berdebat dengan Rasya. Bukan karena apa, hanya aku peduli mengapa hubungan Rasya dengan orangtuanya, terutama ibunya bermasalah seperti itu. Tapi memang, terkadang peduli kita menjadi masalah kalo kita ungkapkan pada saat waktu yang kurang tepat.
Oh iya, kita pulang pergi dari Jakarta ke kotanya Rasya. Melelahkan, tapi bila berdua dengan Rasya mustahil untuk bisa merasakan hal itu. Mungkin kamu juga begitu, semelelahkan apapun pasti terbawa suasana senang dan bahagia karena dengan orang yang kamu sayangi. Sebenarnya hari itu bisa aku sebut dengan kejutan, sebab tidak ada rencana sama sekali untuk pergi jalan kemana pun. Jangan kan untuk ke kotanya Rasya, pergi jalan keluar dari gang kost pun Rasya ogah-ogahan. Anaknya mageran, penyakitnya selalu kambuh di hari weekend.
Mengenai mengapa Rasya mother-like-friend dengan Mamanya, ternyata membuat aku agak shock mendengarnya.
“Gue dari dulu kurang perhatian dan kasih sayang banget dari nyokap. Nyokap gue demen dugem, sampe gue kelas 4 SD. Gue anak diluar nikah. Masa kecil gue lebih banyak diasuh sama eyang dan adek-adek nyokap. Bahkan, katanya, nyokap gue jarang pulang sampe berbulan-bulan. Sakit hati ngga lo sebagai anak yang udah dewasa dan tau kalo punya nyokap kayak begitu?” ceritanya.
“Gue tumbuh besar tanpa bimbingan orangtua. Orangtua gue bawel, cerewet, suka bgt marah-marah dan menurut gue itu ngga sayang. Atas dasar apapun, kasih sayang bukan seperti itu. Gue penurut kok, cuma karna orangtua gue yg kurang ilmu mungkin gue tumbuh menjadi pembohong dan pembangkang.” tambahnya.
Iya, aku merasakannya, lukanya yang begitu hebat, traumanya yang begitu dahsyat. Seperti patah hati rasanya.
Dari ceritanya, aku mengerti banyak mengapa Rasya tumbuh menjadi demikian. Oh ya, aku udah ngasih tau belum kalo hobinya Rasya itu bercerita? Belum ya? Rasya selalu cerita tentang apapun, cerita-cerita dari yang ia ceritakan, pasti membuat aku kagum dan tentu, makin cinta. Hehehe.
Selain hobi bercerita, Rasya pun memiliki hobi yang lain. Yaitu, berantem. Kekerasan fisik. Entah ini hobi atau memang identiknya dia. Atau ciri khasnya dia. Rasya orang paling kalem dan santai menurut ku, tapi kalo sekalinya marah, ampun deh. Mungkin semua teman-temannya tau, karena yang aku lihat, semuanya tidak ada yang berani mengusiknya. Dan Rasya orang pertama yang diminta bantuan ketika temannya mempunyai masalah.
Aku sedikit demi sedikit mengerti tentang Rasya, jadi menurutku wajar kalo memang dia seperti itu. Aku mengerti, terkadang Rasya susah meminta maaf terlebih dahulu. Karena ia tidak diajarkan oleh orangtuanya. Terkadang juga, ia lupa mengucapkan terima kasih setelah diberi tolong. Karena ia tidak diajarkan oleh orangtuanya. Iya, betul katanya, kurang perhatian dan kasih sayang orangtua.
Tuhan, kali ini aku harap, tolong bantu aku untuk bisa menjadi orangtua yang baik untuk anak-anaknya.
Aku terkadang merasa menyesal karena kelakuan ku dulu, kenapa bisa begini dan begitu. Rasya pun pernah mengeluhkan hal yang sama. Tapi, katanya, nyesel itu cukup sekali aja, abis itu belajar dan jangan diulang lagi. Aku beruntung karena Rasya benar-benar bisa menerimaku apa adanya. Baik buruknya aku. Semuanya. Aku beruntung mendapatkan yang lebih dewasa dan bijaksana dari aku, walaupun aku pun dikenal begitu dari circle pertamananku. Aku pikir, karena aku begini, aku mendapatkan yang sama seperti aku dan mungkin jauh lebih buruk. Ternyata tidak. Tuhan baik. Tuhan akan selalu baik.
*****
Rasya bukan terlahir dari keluarga yang bahagia, menurutku. Ia sesosok lelaki yang memiliki perasaan seperti perempuan. Bukan terlalu membawa perasaan atau apapun, tetapi begitu peka dalam merasakan hal apapun dan mudah memahami kondisi seseorang. Mungkin dari sana Rasya terkenal begitu menghangatkan dan menenangkan. Siapapun yang bertemu dengannya, aku yakin semua akan merasakan nyaman. Aku, contohnya. Dan mungkin perempuan sebelumku pun pernah merasakan betapa nyamannya ketika dengan Rasya.
Aku tidak pernah bosan menceritakan siapa Rasya, bila perlu dunia harus tau.
Sudah, itu sedikit cerita Rasya waktu dulu. Dan sekarang sudah tidak begitu dan ia sangat menyayangi ibunya. Sekarang lanjut perjalanan hidup kita saat ini. :))
“Mommy…”
“Iya nak?”
“Abang lupa, sekarang tgl brapa ya mi?”
“Tgl 16 nak, kok tumben nanyain tgl?”
“Berarti 4 hari lagi ya mi ke tgl 20..”
“Iya dong..”
Aku tau maksud Aldi, pasti mengingatkan tgl lahirnya. Masih tau kan siapa Aldi? Iya, dia jagoan pertamaku. Yg tampannya mirip ayahnya, putihnya mirip aku :))
“Ayah akhir-akhir ini kok sibuk ya mi.. Abang takut ayah lupa sama tgl :(”
“Ayah ngga mungkin lupa sama tgl dong, udah jangan dipikirin. Ayah sibuk kan cari uang, uangnya buat Abang juga, buat sekolah..”
“Iyaaa mii.. :(”
Aku tau perasaan Aldi, iya sebentar lagi ia ulang tahun yg ke-7. Dan mungkin ia berharap dapat kejutan dari Ayahnya. Walaupun ia tau Ayahnya lagi sibuk banget sama kerjaan kantornya. Tapi ia anak baik, ngga mungkin ganggu Ayahnya kalo lagi sibuk. Oh ya, nama jagoanku yg pertama ini Reynaldi Putra Utama.
Ulang tahun Aldi yang ke-7 ini memang yang ditunggu oleh Rasya. Katanya, usia ke-7 itu sudah seharusnya untuk diajarkan mandiri. Makanya harus dirayakan lalu kita ajarkan menjadi pribadi yang hebat. Aku hanya bisa mengikuti kemauan suamiku, lagi pula aku percaya anak-anak ku akan tumbuh menjadi pribadi yang baik karena bimbingan orang tuanya. Apalagi, Rasya yang sangat sayang sama anak-anaknya.
Dua hari menjelang ulang tahunnya Aldi, mendadak Rasya mendapatkan jobdesk harus kunjungan ke luar kota. Mau ngga mau, Rasya harus berangkat karena ngga bisa diwakilkan. Dan, Aldi.. Iya, dia anak baik. Aldi tau ayahnya akan pergi tugas ke luar kota, tapi ia tidak berkomentar apapun. Aku tau mungkin Aldi sedih harus ditinggalkan oleh ayahnya yang sebentar lagi ulang tahunnya. Tapi sekali lagi, he is good boy.
Singkat cerita..
Rasya pulang tepat di tanggal 20 pada pukul 00.10, aku sangat terkejut. Lho ini Aldi yang ulang tahun, kok aku yang dapet surprise :))
Bertepatan pada hari minggu, mungkin ini alasan Rasya untuk memberikan surprise kepasa Aldi tengah malam. Sambil membawa kue bolu yang bertaburan lilin, Rasya dan aku masuk ke dalam kamar Aldi. Dalam kamar, aku bermain drama dengan Rasya untuk mebangunkan Aldi karena ayahnya menelpon untuk mengucapkan selamat ulang tahun.
“Nak.. Ayah telpon, mau ngomong sama Abang katanya..” aku membangunkannya.
Dengan Aldi yang setengah sadar, ia berbicara pada ayahnya. Entah lah, pada kejadian ini aku sangat sedih lalu bangga pada Aldi. Nampak kesedihan yang dirasakan oleh Aldi, tapi ia sembunyikan dengan memberikan semangat pada ayahnya untuk cepat menyelesaikan pekerjaannya.
“Ayah, makasih ya. Udah sempet ngucapin walaupun ayah lagi kerja. Ayah semangat ya.. Aldi tunggu ayah pulang lagi kerumah. Ayah jangan buru-buru pulang kalo kerjaan ayah belum beres ya. Aldi sayang ayah..“ ucapnya.
Tak lama kemudian, aldi menengok ke belakang. Iya, ayahnya sudah menunggu di belakang dari awal. Kemudian Aldi langsung memeluknya sambil menangis. Ah, Rasya memang manis.
To be continue..